Cari Blog Ini

Kamis, 05 Agustus 2010

Budaya Sumba@Awang Praing


Sumba@Awang Praing.Blogs


   Hai sobat – sobat pencari informasi. Selamat mengakses blogs Sumba@Awang Praing.Blogs. Blogs yang dibuat oleh Awang Praing ini khusus memuat tentang Sumba, mulai dari Potret Geografis hingga antropologi dan kultur yang tertanam kuat di Sumba. Semua informasi ini terangkum dari berbagai sumber pustaka dan media masa. Saya sarankan mengcopy yang eksistensi PDF karena dilengkapi footnote dan referensi buku dan sumber. Awang Praing berrencana untuk membuat blogs yang menginformasikan tentang Timor dan budaya lainnya di Indonesia khususnya Nusa Tenggara Timur oleh karena itu bagi teman – teman yang mau berpartisipasi dapat mengirim e-mail ke apraing@ymail.com atau dapat menelepon atau mengirim via sms ke 085239134777. Selamat berpartisipasi!!!
MENGENAL SUMBA
Indonesia sebagai Negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke 2, memiliki banyak suku, ras, budaya, agama, etnis, dan bahasa yang disatukan dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI).
Setiap daerah di Indonesia memiliki budaya, sejarah, ras, etnis,dan bahasa yang khas. Salah satu daerah di Indonesia yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur(NTT) dan memiliki keunikan antropologis budaya yaitu Pulau Sumba. Pulau ini terbagi dalam 4 wilayah kabupaten yaitu:
Ø  Sumba Timur, ibukotanya Waingapu
Ø  Sumba Barat, ibukotanya Waikabubak
Ø  Sumba Tengah, ibukotanya Waibakul
Ø  Sumba Barat Daya,ibukotanya Waitabula
Dari keempat kabupaten  diatas, Kab. Sumba Barat Daya dan Kab. Sumba Tengah merupakan dua kabupaten yang baru mekar[1] tahun 2007 yang lalu. Walaupun terpisah dalam 4 kabupaten namun budaya dan bahasa mereka terbagi dalam 2 bagian, yaitu:
Ø  Budaya dan bahasa Kambera(Wilayah Sumba Timur dan sebagian kecil Sumba Tengah)
Ø  Budaya dan bahasa Sumba Barat(Wilayah Sumba Barat,Sumba Barat Daya, dan sebagian besar Sumba Tengah)
Oleh karena itu, penulis ingin membahas tentang antropologi dan budaya suku Sumba.
2.1.Potret Geografis Pulau Sumba
Pulau Sumba adalah sebuah pulau di Indonesia bagian tengah yang masuk dalam gugusan Kep. Nusa tenggara dan merupakan bagian dari Prov.NTT.
Pulau Sumba memiliki batas geografis sebagai berikut:
Ø  Utara berbatasan dengan selat Sumba
Ø  Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia
Ø  Timur berbatasan dengan Laut Sawu
Ø  Barat berbatasan dengan Prov.NTB
Letak astronomis pulau Sumba yaitu 119 LS-120 LS dan 9 BT- 10 BT.Pulau Sumba sendiri terbagi dalam 4 wilayah kabupaten. Pulau Sumba secara tersendiri, memiliki potensi SDA maupun SDM yang memadai. Dr.Robert Lawang[2] seorang ahli sosiologi menyatakan bahwa Sumba adalah sumber energi-sosial positif. Yang dimaksud dengan sumber energi-sosial positif adalah SDA yang meliputi pulau-pulau kecil, laut kaya mineral dan ikan ,lahan tanam yang luas, dan ternak kuda dan sapi yang memenuhi padang belantara dan SDM meliputi masyarakat yang ulet dan terampil. Salah satu SDA dari Sumba di bidang pertanian yang disahkan Pemerintah RI sebagai bibit unggul nasional adalah Kacang Sumba(suatu varietas kacang yang hanya ada di Pulau Sumba dan merupakan kacang yang rendah kolestrol dan bergizi tinggi). Sedangkan pariwisata yang tidak begitu dikenal wisatawan domestik namun sangat dikenal oleh wisatawan mancanegara adalah:
Ø  Pantai Tarimbang(pantai ini berombak besar dan cocok untuk olahraga selancar) di Kec.Tarimbang,Sumba Timur
Ø  Pulau Halura(pulau yang eksotik, penuh misteri, dan pulau kaya akan nilai budaya, di pulau ini terdapat banyak peninggalan zaman megalitik),pulau kecil di utara Sumba Timur.
Ø  Pantai Wanokaka(pantai ini masih terjaga dari sentuhan tangan jahil serta memiliki panorama yang indah),Sumba Barat.
Ø  Makam batu megalitik[3](suatu makam batu yang merupakan peninggalan kebudayaan zaman megalitik), terdapat di seluruh daerah di Sumba.
Adapun beberapa hal yang menarik wisatawan selain dari pada 4 tempat wisata tersebut:
1.      Tarian pasola[4], yaitu tarian perang yang khas sumba dan eksotik. Orang yang menari tarian ini hanyalah orang yang benar-benar  memiliki kesiapan mental karena dalam menari tarian ini seperti pada halnya berperang menggunakan senjata kayu runcing yang dilemparkan pada lawannya sehingga kadang-kadang tarian ini menyebabkan  orang terluka bahkan korban jiwa.

2.      Tenunan Sumba[5],merupakan suatu tenunan yang bermotif khas Sumba. Tenunan ini bernilai budaya tinggi, untuk tenunan asli(menggunakan bahan alami mulai dari benang, alat pembuat,hingga pewarna, biasanya jenis ini warnanya tahan lama dan tak mudah luntur) harganya berkisar puluhan juta rupiah, sedangkan yang tidak asli(bahan yang digunakan buatan pabrik dan tidak tahan lama) berharga dibawah Rp.2.000.000,-.
Penduduk di Sumba terdiri dari orang Sumba asli, orang Sabu , orang Flores , orang Rote,dan lain-lain.

2.2.Sumba Pada Masa Kolonial Belanda
Belanda menginjakan kakinya di pulau Sumba pertama kali pada tanggal 10 April  1636 namun mereka berpikir bahwa itu termasuk dalam residen Timor yang berkedudukan di Kupang. Setelah Hendrik Engelbrecht menjadi opperhoofd (pimpinan residen)di Timor pada tahun 1713, ia meminta pemerintah pusat di Belanda untuk menduduki Pulau Sumba karena pulau ini kaya akan kayu cendana yang menguntungkan VOC namun permintaannya  dihiraukan begitu saja. Pada tahun 1749 Hendrik Engelbrecht diganti dengan Daniel van den Burgh, ia adalah pejabat Belanda pertama yang menginjakan kakinya di Sumba. Ia mengadakan perjanjian lisan dengan delapan orang raja di Sumba bahwa mereka hanya menjual hasil bumi kepada Belanda. Kedelapan orang raja tersebut adalah Raja Gela dari Melolo, Raja Djuku Awang dari Kapunduk, Raja Poera dari Lewa, Raja Djama dari Petawang, Raja Mou Sinjatta dari Manukaka, Raja Sanane dari Kadahang dan Raja Songar dari Hambapraingu.
Pemerintah Belanda mengirim J.A.Paravicini untuk melakukan penelitian di Sumba. Paravicini dalam laporannya menyatakan sebagai berikut[6]:
“Sumba adalah pulau besar, sangat subur dan letaknnya pun sangan strategis di timur. Banyak penduduknnya yang dapat dijadikan tentara yang baik. Dilewati oleh sungai-sungai yang indah….,dan lembah-lembah yang penuh dengan hutan kayu untuk bangunan… Dan yang terpenting adalah kelimpahan hasil makanan. Memang sekarang belum ada, tetapi tanah hitam yang baik itu dapat dengan cepat memberikan hasil  
Namun Belanda hanya mengincar rempah-rempah di pulau Sumba terutama kayu Sandle(cendana) yang harum dan berharga. Mereka tak bermaksud untuk menguasai Sumba hingga pada bubarnya VOC, karena melihat orang Sumba yang suka berperang. Hal ini sangat menguntungkan raja pribumi untuk sementara, karena kedaulatan mereka tidak diganggu. Berita tentang Sumba sejak tahun 1775  tidak didengar sama sekali hingga Inggris menguasai Indonesia. Barulah pada tahun 1838, berita tentang Sumba di dengar lagi yang berkenaan dengan karamnya kapal Inggris(semua harta dan awak kapal ini diperjual belikan sebagai budak, hanya beberapa awak yang meloloskan diri dengan kapal orang Ende yang akhirnya merekalah yang membawa berita tentang Sumba) di pulau ini. Setelah Belanda kembali berkuasa di Indonesia, barulah Belanda mulai mengambil tindakan terhadap pulau Sumba dan penjajahan sambil menyebarkan agama Kristen Protestan(zending) mulai terjadi di sini sama seperti daerah-daerah di Indonesia umumnya. Zendeling(penginjil) Pertama yang yang diutus NGZV(Nederlandsche Gereformeerde Zendings Vereeniging/ Lembaga Penginjilan Gereja Gereformed Belanda) adalah Pdt.Johan Jacob van Alphen pada tahun 1881.
Adapun seorang pahlawan Sumba yang terkenal adalah Wanokaka dan istrinya mereka berdua berasal dari Sumba Barat serta beberapa raja dari Sumba Timur yang melawan penindasan Belanda antara lain Raja Biditau(Kerajaan Lewa), Raja Umbu Raralunggi(Kerajaan Rindi) dan Raja Umbu Mahangengga(Kerajaan Rindi). Ada pun beberapa orang yang memiliki kelompok kecil namun sangat berhasil karena menyerbu markas Belanda secara bergerilya yaitu Raja Umbu Rarameha(Lewa), Raja Umbu Ndawa Kareuk(Kananggar), dan masih banyak lagi pahlawan yang tidak begitu dikenal.

2.3.Kisah Nenek Moyang Orang Sumba
Orang Sumba menyebut diri mereka sebagai To Humba dan menyebut pulau Sumba dengan sebutan Tana Humba. Kata “humba” menurut legenda tua orang Sumba, berasal dari nama seorang putri cantik anak bangsawan Sumba. Putri ini bernama Rambu Kaita Kamba Humba atau akrabnya Rambu Humba, ia dijodohkan dengan seorang putra bangsawan Ende. Kisahnya sebagai berikut:
“Kedua mempelai dijodohkan dan setelah pembicaraan adat, maka disepakati belis 40 ekor kuda. Pihak klan pria bersedia dan berjanji akan memberikan belis tersebut setelah klan wanita tiba di Ende,Flores. Sesuai hari yang ditentukan ronbongan Rambu Humba berangkat dengan berjalan kaki melalui jembatan tua penghubung Ende  dan Sumba(konon,dahulu kala Ende dan Sumba terhubung oleh satu jembatan yang panjang),  namun setelah rombongan Rambu Humba tiba di Ende hanya disediakan 20 ekor kuda. Hal ini dianggap penghinaan dan akhirnya rombongan Rambu Humba pulang dengan kesal. Mereka pun setelah sampai di Sumba, langsung mengerahkan pasukan untuk menghancurkan jembatan penghubung Ende dan Sumba ”[7]
Sampai sekarang masih ada tanda-tanda kebencian orang Sumba terhadap orang Ende salah satu buktinya antara lain dengan adanya suatu kata dalam tata bahasa Sumba yaitu Endi yang berarti “bersifat jahat”.
Nenek moyang orang Sumba itu adalah orang yang berasal dari zaman Megalitik jika kita melihat dari segi budaya dan tatanan sosial. Salah satunya adalah kuburan batu besar yang merupakan peninggalan Megalith.
Kisah mengenai nenek moyang orang Sumba yang diceritakan turun temurun secara lisan ada beberapa versi yaitu:
1.                   Versi Umbu Tay Mina seorang rato(=pimpinan adat, setingkat Empu). Versi ini menceritakan bahwa “Ina-Ama Pakawurung” yang artinya “Sang Khalik” menciptakan sepasang pria dan wanita. Pasangan ini ditempatkan disuatu tempat bernama “Kandau nai-Kabundu tana Mulungu” yang berarti “Hutan tua-bukit kiamat”. Hutan tua-bukit kiamat bukanlah tanah Sumba namun suatu alam yang merupakan bagian dari “tana-watu manangu” yang artinya “tanah dan batu keselamatan/Surga”. Setelah pasangan tersebut melahirkan 8 orang anak laki-laki dan 8 orang anak perempuan , akhirnya Sang Khalik memerintah mereka turun ke dunia. Mereka turun dengan melalui “pitu ndani awang-walu ndawa tana” yang berarti “tujuh bentangan langit-delapan lapis bumi”. Setelah melewati pitu ndani awang-walu ndawa tana akhirnya mereka sampai di tempat yang bernama “malaka tana bara yang menurut ahli-ahli antropologi dan etnologi adalah semenanjung Malaya atau Malaysia. Mereka menetap di tempat tersebut dan mereka beranak cucu di tempat tersebut. Setelah beberapa masa kemudian, mereka telah memenuhi Malaka Tana Bara. Mereka pun mengirim Elang dan Kabut kepada Sang Khalik untuk memberitahu hal tersebut dan Sang khalik mengirimkan tanah dan batu dari surga dengan pesan agar mereka menyiram tanah dan batu surga itu ke laut. Mendengar pesan tersebut maka merekapun bersama menyiram batu dan tanah surga itu ke laut. Maka munculah dari laut berbagai pulau yang besar dan kecil. Kemudian menyebarlah semua anak cucu dari “pasangan manusia pertama ” itu, diantaranya menyebar ke pulau kecil di tenggara Malaka Tana Bara yakni Pulau Sumba.

2.                   Versi Umbu Lindi Tana, raja di Kecamatan Tabundung. Versi ini menceritakan bahwa dahulu kala dunia ini masih samudera raya. Ketika itu ada sebongkah batu di tengah samudera raya itu. Datanglah “marapu yang pertama” (marapu=nenek moyang). Mereka ialah Umbu Meha Nguru, Umbu Bijik, Umbu Leming, Umbu Huhu Kahili Kadu, Lai Bongu Lai Baku, dan Ndawa Lau. Mereka turun dari “Awangu walu ndani” yang berarti “delapan lapis langit” dan sampai di bongkahan batu tersebut. Dengan kemampuan yang mereka miliki, mereka mengeringkan air laut di sekitar bongkahan batu itu sehingga bagian yang mereka keringkan meluas dan menjadi sebuah pulau yang besar yaitu pulau Sumba.

3.                   Versi “Lii Marapu” (hikayat leluhur/sastra lisan orang Sumba secara turun temurun). Versi ini memiliki kemiripan dengan dua versi di atas. Versi ini menceritakan bahwa leluhur orang Sumba datang dari langit dan melewati Awangu Walu Ndani dan tiba di seberang Malaka Tana Bara(menurut para ahli berkemungkinan ini adalah India) kemudian mereka mengembara dari tempat tersebut menuju Malaka Tana Bara(Semenanjung Malaya / Malaysia),, Tana Bara(Singapura), Hapa Riu-Ndua Riu(Riau), Hapa Njawa-Ndua Djawa(Pulau Jawa), Ruhuku-Mbali(Pulau Bali), Ndima(Bima), Makaharu(Makasar),Endi(Ende),Ambarai(Manggarai), Enda Ndau(Rote Ndao),Haba Rai Njua(Sabu Raijua)dan akhirnya tana Humba atau Sumba tepatnya di teluk Sasar(teluk ini hingga sekarang dianggap keramat oleh masyarakat sumba).

Pdt.J.J. van Alphen dalam suratnya ke Gereja Gerevormerd Belanda, menulisakan orang Sumba memiliki ciri yang sama dengan nenek moyang orang Belanda. Berikut adalah sepenggalnya[8]:

“… mereka(orang Sumba) berbadan tinggi besar, gagah perkasa,berkulit sawo matang dan behidung mancung,Hal ini membuat aku ingat akan gambar nenek moyang kita yang digambar di kanvas oleh Rembrandt dan Van der Helst..”

Beberapa ahli mengemukakaan bahwa suku Sumba berkemungkinan besar datang dari dari Asia Selatan atau bisa juga dari Eropa Timur jika dilihat dari fisik, ras dan kisah-kisah tersebut diatas. Orang Sumba memiliki ciri-ciri fisik yang dimiliki oleh orang India dan jika kita melihat orang India itu sendiri berasal dari percampuran dua bangsa yaitu Darvida dan Arya(berasal dari Eropa Timur) [9]. Pdt. Dr . Fred Djara Wellem seorang ahli Sejarah Gereja  dalam bukunya yang berjudul “Injil dan Marapu ” menyatakan bahwa orang Sumba berasal Asia Belakang(Asia Barat dan Asia Selatan).
2.4.Religi Suku Sumba.
Layaknya suku-suku di Indonesia, Sumba memiliki kepercayaan aslinya atau yang dalam ilmu Sosiologi Agama disebut dengan agama suku. Agama suku Sumba dikenal dengan nama “Marapu”. Marapu merupakan kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Agama asli inilah yang membuat seluruh dunia menjuluki pulau Sumba sebagai “tanah Marapu”. Kepercayaan Marapu pun di bagi dalam 4 bagian[10] yaitu:

1.     Kepercayaan Terhadap Ilah Tertinggi
Dalam agama Marapu, roh nenek moyang bukanlah ilah tertinggi namun ilah yang tertinggi disebut sebagai “pande peku tamu-pande nyura nggara” artinya tak bernama. Maksud dari tak bernama adalah bukan berarti bahwa Ilah itu nihil, tapi maksudnya adalah nama Ilah itu keramat dan tidak boleh disebut sesuka hati dan hanya boleh disebut dalam upacara “Pamangu Ndewa” yang berarti “Perjamuan Ilahi” karena dapat membawa petaka. Nama Ilah itu adalah “Anatala”. Sehingga masyarakat Marapu tidak pernah menyebut nama sang Ilah, mereka hanya menyebut sang Ilah dengan sebutan  Pande Peku Tamu-Pande Nyura Nggara. Tak ada dewa atau ilah lain dari pada Ilah yang tertinggi. Dalam marapu memiliki kepercayaan akan Ilah yang Esa walaupun mereka juga menghormati roh nenek moyang.
2.     Kepercayaan Terhadap Roh Leluhur
Arwah leluhur dalam Marapu dipercaya dapat membawa petaka. Berdasarkan kedudukannya roh leluhur dibagi menjadi 2 yaitu Maha Leluhur(Marapu Rato), leluhur biasa(marapu). Sedangkan berdasarkan daerah kuasanya Roh Leluhur dibagi atas 3 yaitu:

Ø  Marapu kilat(Roh Leluhur yang menguasai kilat dan guntur) , marapu ini berkuasa  menjaga  ternak dan harta benda. Apabila ada orang yang mencuri maka marapu ini akan mengirim peringatan 3 kali dalam bentuk kilat dan guntur. Dan apabila sampai pada peringatan ke-3 tidak digubris, walaupun cuaca cerah kilat akan menyambar kearah si pencuri hingga si pencuri hangus. Kejadian ini sering terjadi berulang kali di daerah Sumba. Namun setelah zending masuk ke Sumba penyembahan terhadap marapu kilat berkurang.
Ø  Marapu tana (Roh leluhur yang menguasai tanah dan hasil bumi). Marapu ini dipercaya memberikan kesuburan pada tanah dan kelimpahan hasil bumi. Sebelum panen masyarakat Marapu harus memberi persembahan kepada marapu ini. Dan setelah panen, hasil panen tidak boleh dimakan sebelum bersyukur kepada marapu tana dan pada Sang Ilah Tertinggi. Jika ketentuan ini dilanggar maka akan terjadi bencana kelaparan. Dalam cerita rakyat “Ndelo dan Kyase”, dikisahkan bahwa Marapu tana dapat memberikan keturunan bagi orang yang susah mendapat anak atau bahkan mandul.
Ø  Marapu wai(Roh leluhur yang berkuasa atas air dan segala isinya). Marapu ini dipercaya berkuasa dalam memberikan hasil laut yang melimpah. Cara penyembahan terhadap marapu ini tidak diketahui dengan jelas.

3.     Kepercayaan terhadap Roh Halus
Roh halus dalam agama Marapu ada 4 macam yaitu:
Ø  Maramba tana(roh tanah), ia memiliki persamaan dengan Marapu tana namun yang menjadi perbedaannya ialah maramba tana hanya menguasai tempat tertentu saja. Dan apabila ingin memindahkan roh ini maka perlu diadakan upacara keagamaan. Roh ini termasuk dalam golongan roh yang baik.
Ø  Yora pangga(Roh sahabat berjalan), roh ini bila diberi persembahan maka ia akan selalu menjaga dan akan membawa keberhasilan dari setiap perjalanan.
Ø  Yora patuna(Roh sahabat berjalan ke alam gaib), roh ini menuntun seseorang yang ingin memperoleh kesaktian,kekayaan,dan lain-lain  kealam gaib. Roh ini sekaligus melindungi dari 4 hantu(Patau wai/Hantu laut, patau wangga/hantu beringin,patau omang/hantu hutan, dan patau tana/hantu tanah) penggangu dalam perjalanan gaib maupun perjalanan biasa.
Ø  Wandi(Roh jahat/perasuk), roh ini di bedakan menjadi 3 yaitu.
a.Wandi mamarungu(Roh suanggi/penyihir); ialah roh yang dapat membuat seseorang menjadi suanggi/penyihir yang dapat menyihir orang lain hingga mati. Jika diketahui seseorang diketahui memiliki roh suanggi maka orang itu akan diusir, dianiaya, dan dibunuh.
b.Wandi kambaliku(roh penipu); roh ini menyebabkan seseorang menjadi suka menipu.
c.Wandi kambu(roh perut);apabila roh ini masuk kedalam perut seseorang, orang itu akan menjadi rakus dan walaupun ia sudah makan sangat banyak dia tidak akan kenyang.
4.     Kepercayaan terhadap kekuatan Sakti.
Orang Sumba percaya akan adanya kekuatan-kekuatan sakti yang dapat dimiliki oleh seseorang dengan belajar pada orang/makhluk yang sudah memiliki kesaktian tersebut. Orang-orang yang memiliki kesaktian seperti itu sangat disegani dan dihormati bahkan ditakuti. Kekuatan sakti tersebut juga dipercaya ada pada hewan, tanaman dan benda peninggalan nenek moyang atau Marapu.

2.5.Karya Seni dan Sastra Suku Sumba
1.     Karya seni
Karya seni yang terkenal dari pulau Sumba kebanyakan berasal dari zaman megalitik kecuali tenunan. Beberapa karya seni dari sumba adalah:
Ø Mamoli, ialah perhiasan telinga wanita dan dapat juga digantung pada muti dan terbuat dari emas muda.
Ø Muti, ialah kalung yang terangkai dari serangkaian biji kecil yang terbuat dari kayu atau biji tertentu. Biji yang digunakan untuk mamoli  berasal dari kayu atau biji yang keras dan tahan lama. Untuk biji yang terbuat dari bahan biji yang besar, biji yang besar itu dan halusakan hingga bulat, halus, dan kecil.
Ø Patung dan tugu; patung dan tugu yang dibuat biasanya terbuat dari batu yang diambil dari atas gunung(batu yang dipilih bersifat keras namun mudah di bentuk) yang kemudian dipahat.
Ø Makam megalitik, makam ini terbuat dari batu gunung yang besar dan memiliki berat yang luar biasa. Pengangkatan batu ini memiliki tata cara khusus, dan yang menjadi ketentuan utama adalah jika orang yang mati itu adalah bangsawan maka dalam menarik batu itu diperlukan orang yang sangat banyak dan yang paling penting harus ada orang bangsawan yang menari di atas batu itu sebelum ditarik. Karena apabila tidak maka walaupun beribu-ribu orang yang menarik maka batu itu tak akan bergeser sejengkal pun.
Ø Seni tari pasola, ini adalah tari eksotik yang butuh kesiapan mental. Karena menari tarian ini layaknya perang yang sesungguhnya. Sehingga sering kali tari ini menyebabkan korban luka-luka bahkan jiwa.
Ø Tenunan; tenunan dari sumba memiliki kekhasannya sendiri, yang paling khas dari tenunan ini adalah komposisi warna yang terang berpadu gelap dan corak motifnya yang rumit.
2.     Karya sastra.
Karya sastra Sumba tidak ada yang dalam bentuk tulisan. Semua karya yang ada diturunkan secara lisan oleh leluhur kepada generasi-generasi penerusnya hingga sekarang. Berikut sastra lisan yang ada di Sumba:
Ø Li’I marapu(hikayat leluhur), ini adalah sastra Sumba yang terkenal dan tertua. Sastra ini menceritakan tentang kisah perjalanan para leluhur hingga sampai di Sumba, pembagian wilayah kekuasaan para leluhur, dan riwayat hidup para leluhur.
Ø Lawiti laluku humba(pola peribahasa dan puisi sumba), sastra ini berisi ungkapan-ungkapan dan peribahasa dalam bahasa  Sumba. Sastra lisan ini pada tahun 1987 , dicetak dalam sebuah buku berjudul sama disusun oleh DR(HC).Umbu Hina Kapita.
Ø Cerita rakyat,sastra ini sama seperti cerita rakyat pada lazimnya . Beberapa cerita rakyat Sumba yang terkenal antara lain Ndelo dan Kyase, Umbu Ndelu A Kataru, Rambu Kehi Padua Omang, Pareji Sahatku, Penemuan Padi, Mori Ana Koda-Sape Ana Rato, Rambu Humba, dan lain-lain.

2.6.Kuda Sandlewood dan Kenangan Pulau Sandlewood
Pulau Sumba selain dikenal sebagai tanah Marapu(Marapu Island). Ia juga di kenal sebagai Pulau Sandlewood/Pulau Cendana(Sandlewood Island) karena kenangan masa lalu. Dahulu sebelum datangnya Belanda ke Sumba, Sumba adalah hutan cendana. Hal ini tertulis dalam catatan pelayaran Kapal Layar Maria yang karam di pulau Sumba. Dalam catatan tersebut dikatakan bahwa mereka karam di pulau Hutan Cendana[11]. Tanah sumba yang subur menghasilkan cendana yang menghutan dan harum. Sumba pada waktu itu adalah pulau yang harum akan Cendana. Sumba menjadi pusat ekspor cendana ke Bima dan Batavia yang kemudian dikirim ke Belanda. Namun setelah Belanda mulai menduduki Sumba maka Belanda mulai memonopoli hutan cendana di Sumba, hal ini membuat Pulau Sandlewood tinggal kenangan. Sekarang pemerintah kabupaten Se-Pulau Sumba sedang mengusahakan pembudidayaan cendana.
Walaupun Sandlewood Island tinggal kenangan, Sumba masih memiliki Kuda Sandlewood(Sandlewood horses) yang merupakan ‘identitas’ Sumba sejak dahulu kala. Kuda sandle/kuda cendana/kuda sumba memiliki kekhasannya sendiri. Walaupun kuda sandle bertubuh kecil namun kuda sandle adalah kuda yang paling bertenaga dan energik di dunia. Ia memiliki kecepatan yang luar biasa. Sampai sekarang belum ada kuda asli maupun peranakan di dunia yang dapat menandingi kuda Sandle. Kuda sandle juga pandai menari. Kuda sandle merupakan hasil persilangan dari 5 jenis kuda yaitu kuda asli Sumba, kuda Australia, kuda Inggris, kuda Pakistan, dan kuda Arab. Adapun seorang penyair terkenal di Indonesia bernama Taufik Ismail, pernah membuat sebuah puisi berjudul “Beri Daku Sumba”[12] yang mengambarkan Sumba sebagai ’dunia kuda’. Puisi ini ditulis ketika Taufik Ismail sedang berada di Uzbekistan,Rusia.
3.1.Kesimpulan
Dari semua pembahasan di atas(Pada bab 1 dan 2) dapat kita simpulkan bahwa suku Sumba adalah suku yang memiliki sejarah yang panjang, kaya akan budaya, seni, dan sastra. Mereka(orang Sumba) mempercayai nenek moyang mereka datang dari tempat yang disebut dengan delapan lapis langit dan bumi adalah lapisan kesembilan. Sebenarnya nenek orang Sumba adalah orang yang datang dari Asia Selatan (kemungkinan besar India). Sumba juga memiliki agama asli yang disebut Marapu yang percaya akan Ilah yang Tunggal dan menghormati roh nenek moyang. Sumba memiliki kebudayaan megalitik yang kuat dan tertanam hingga sekarang. Sumba masa lalu memiliki identitas Sandlewood Island, kenangan akan hutan cendana yang menyebarkan harumnya Sumba ke seluruh pelosok dunia. Sumba juga terkenal dengan Kuda sandlewoodnya yang energik dan merupakan identitas kedua Sumba yang bertahan sampai sekarang ini.
3.2.Saran
Mungkin bagi segelintir orang menganggap Sumba sebagai setitik atol di tengah samudera raya, namun setitik atol itu mengandung arti yang dalam, dan bernilai budaya tinggi ibarat “sebatang emas yang terpendam di tengah ribuan batang  perak”, diantar yang berharga ada suatu yang lebih berharga dan berarti. Jadi hargailah budaya negeri kita dan jangan menganggap remeh budaya suatu suku sebab “setitik atol” itu adalah yang paling berharga di tengah segala sesuatu yang berharga. Menyimpan kekayaan geografis dan antropologis.
Lampiran 1

Puisi
Beri Daku Sumba

Di Uzbekistan…
Ada padang terbuka dan berdebu.
Aneh, aku jadi ingat pada umbu.
Rinduku pada Sumba, adalah rindu padang-padang terbuka.
Di mana matahari membusur diatas sana.
Rinduku pada Sumba adalah rindu peternak perjaka.
Bilamana peluh dan tenaga tanpa dihitung harga.

Tanah rumput, topi rumput dan jerami bekas rumput….
Kleneng genta, ringkik kuda dan teriakan gembala.
Berdirilah di pesisir, matahari akan terbit dari laut…
Dan angin zat asam panas dikipas dari sana.

Beri daku sepotong daging bakar, lenguh kerbau, dan sapi malam hari.
Beri daku sepucuk gitar, bossanova, dan tiga ekor kuda.
Beri daku cuaca tropika, kering tanpa hujan ratusan hari.
Beri daku tanah tanpa pagar, luas tak terkata, namanya Sumba.

Rinduku pada Sumba, adalah rindu seribu ekor kuda, yang turun mengemuruh di kaki buki-bukit yang jauh.
Sementara langit bagai kain tenunan tangan , gelap coklat tua.
Dan bola api, merah padam membenab diufuk teduh


Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka.
Di mana matahari bagai bola api, cuaca kering dan ternak melenguh.
Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda….
Yang turun mengemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh.

                                        Oleh, Taufik Ismail

DAFTAR PUSTAKA

A.Daftar Buku
1.            Beding, Mikhael , 2003 ,Ringkiknya Sandle Harumnya Cendana,  Pemda Sumba Timur, Sumba Timur .
2.            Beding, Mikhael , 2002 , Mozaik Sumba Barat, Pemda Sumba Barat, Sumba Barat
3.            Cremes , Agus ,Drs ,1997, Antara Alam Dan Mitos , Introduction to Scruktural Anthropologhy of Levi-Straus, Nusa Indah.
4.            End, Th van den, DR, 1996, Sumber-Sumber Zending Sejarah GKS, BPK Gunung Mulia, Jakarta.
5.            End,Th van den, 1989, Ragi Carita, BPK Gunung Mulia, Jakarta.
6.            Hanif,A.L , 2001, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia , ALUMNI, Surabaya.
7.            Hina Kapita, Umbu,DR, 1976 , Sumba Dalam Jangkauan Zaman, BPK Gunung Mulia, Jakarta.
8.            Hina Kapita, Umbu, DR, 1987, Lawiti Laluku Humba-Pola Peribahasa Sumba, Lembaga Peneliti Kebudayaan Selatan Tenri, Jepang
9.            Hina Kapita, Umbu, DR, Disertasi Gelar Doktor Honoris Causa-Bahasa Sumba Sebagai Pengantar Injil, Vrije University, Belanda.
10.       Peku, Jawang Umbu , 1987 , Mozaik Pariwisata NTT, Dinas Pariwisata NTT, Kupang.
11.       Penyusun, Tim, 1991, Ensiklopedi Umum, Penerbit Kanisius, Jogjakarta.
12.       Wellem, F.D,DR,Pdt, 2004, Injil Dan Marapu, BPK Gunung Mulia, Jakarta.
B.Daftar Media Masa(Elektronik dan cetak)
1.            “Jejak Petualang”, TRANS 7 ©2006
2.            “Lintas Flobamora ”, TVRI NTT ©2003
3.            Kumpulan Koran Berita Yudha, 1973-1980, Perpustakaan Daerah NTT
4.            Kumpulan Koran Pos Kupang, 1976-2009, Perpustakaan Daerah NTT
5.            Kumpulan Koran Suara Pembaharuan , 1975-2000,Perpustakaan Daerah NTT





[1] Baca Pos Kupang Desember 2007
[2] Beding , Mikhael, Ringkiknya Sandle – Harumnya Cendana,hal.xii
[3] Jejak Petualang, Trans 7 ©2008
[4]Teropong” INDOSIAR ©2003
[5] Praing, Eman , OPINI: Tenunan Sumba Terancam Punah, Suara Pembaharuan 1985
[6] Op.cit. Wellem, F.D, DR, Injil Dan Marapu, hal  20
[7] Kumpulan Cerita Rakyat NTT
[8] Bnd Van den End, Sumber-Sumber Zending GKS, Dok.9 hal.107.
[9] Melihat ini maka penulis berpendapat antara cerita turun-temurun dan laporan dari J J van Alphen jika kita kaitkan maka jelaslah bahwa orang Sumba berasal dari India. Dapat kita lihat dari system stratifiksi social di India(kasta) hampir mirip dengan stratifikasi social di Sumba.
[10] Bnd DR.F.D.Wellem, Injil dan Marapu, hal 42-48.
[11] Bnd: DR. F. D. Wellem , Injil Dan Marapu, hal 18
[12] Lihat Lampiran I; hal 17

3 komentar:

  1. Aku ada tugas tentang Sumba, dan artikel ini sangat bermanfaat. Terima kasih,

    BalasHapus
  2. thank bro...gw makin cinta sumba stelah membaca artikel lo...!

    BalasHapus
  3. terimakah,,, artikelnya sangat bagus,,

    BalasHapus